Rabu, 29 September 2010

KONFLIK

 Oleh: J.K.Iroth

1. Definisi Konflik


     Menurut Hugh Maill, Oliver Ramsbotham dan Tom Woodhouse: ”konflik adalah pengejaran tujuan yang saling bertentangan dari kelompok yang berbeda.” Di sini seakan-akan kalau ada pengejaran tujuan yang saling bertentangan baru di sebut konflik. Kalau tidak terjadi pengejaran tujuan, walaupun saling bertentangan, itu bukan konflik. Menurut Webster, yang dikutib oleh Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin: istilah “conflict” awalnya berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan” – yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Tetapi kemudian berkembang dengan masuknya “ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide, dan lain-lain”. Istilah tersebut sekarang menyentuh aspek psikologi di balik konfrontasi fisik yang terjadi, selain konfrontasi fisik itu sendiri. Karena itu menurut Dean dan Jeffrey: Konflik berarti perbedaan persepsi mengenai kepentingan (perceived divergence of interest). Di sini hanya menyebutkan perbedaan presepsi mengenai kepentingan, itulah yang disebut konflik. Tidak menyebutkan perbedaan presepsi mengenai tujuan.
Kalau Hugh Maill, Oliver Ramsbotham dan Tom Woodhouse konflik adalah tujuannya yang berbeda, sedangkan Dean dan Jeffrey, konflik adalah kepentingannya yang berbeda. Orang dapat berbeda presepsi mengenai kepentingan, tetapi orang dapat juga berbeda presepsi mencapai tujuan. Untuk sebuah aktivitas, tujuan yang mau dicapai sama, tetapi kepentingan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan tersebut bisa berbedaan. Demikian juga dengan aktivitas yang sama, tujuan yang mau dicapai, dapat berbeda. Perbedaan tujuan dan kepentingan itu dapat menimbukkan konflik. Sebab itu lebih tepat ”konflik” adalah perbedaan persepsi tentang kepentingan dan/atau tujuan.
2. Gejala Konflik
     Soejitno Irmim dan Abdul Rochhim mengatakan: “Konflik mengatasi ruang dan waktu, di mana ada kehidupan di situ ada konflik. Konflik akan berhenti ketika kehidupan ini juga berhenti, karena salah satu pertanda kehidupan ini adalah konflik. Keliru sekali jika kita berharap pindah ke tempat lain untuk menghindari konflik, karena di tempat baru itu konflik sudah menunggu.” Hal yang sama dikatakan oleh Prof. Dr.W.I.M. Poli. Poli mengatakan bahwa konflik adalah gejala yang wajar di dalam hidup, terjadi pada berbagai tingkat: di dalam diri orang; antar diri; antar kelompok, horizontal dan vertikal. Sebagai gejala yang wajar, Poli mengatakan bahwa konflik dapat diantisipasi munculnya, dan pemecahannya dapat diancang-ancang melalui manajeman konflik, yang direncanakan secara sadar dan dini. Menurut Dale D McConkey, bahwa “konflik dapat berkembang di antara para profesional seperti dokter, perawat, pendeta, pendidik, pekerja sosial, dan sukarelawan.”
     Dari tiga pendapat di atas, mengungkapkan hal yang sama. Tidak ada tempat yang tidak ada konflik. Konflik dapat berkembang di mana saja. Konflik adalah gejala yang wajar. Konflik adalah salah satu pertanda kehidupan. Konflik dapat diantisipasi munculnya, dan pemecahannya dapat diancang-ancang melalui manajeman konflik, yang direncanakan secara sadar dan dini.


3 Sumber Konflik
      Menurut John Westerman dan Pauline Donoghue: ”Tantangan yang jelas bagi manajemen sumberdaya manusia terletak pada sifat yang unik dari sumber yang digunakan. Manusia, tidak seperti sumber-sumber lain yang manapun, memberikan reaksi terhadap lingkungan mereka dengan cara yang paling sensitif – dan tidak selalu dengan cara yang dikehendaki.”  Hal itu menurut Irmim dan Rochim, disebabkan: ”Tuhan menciptakan manusia dalam kategori yang berbeda. Ada yang kaya, ada yang miskin lagi papa. Ada yang pinter, tetapi ada pula yang bodoh sebodoh-bodohnya. Harus diakui bahwa di satu sisi perbedaan itu merupakan rahmat, tetapi kenyataan yang ada membuktikan bahwa tak sedikit juga peristiwa tragis yang diawali oleh suatu perbedaan.” Senada dengan Irmim dan Rochim, Poli mengatakan bahwa ”Konflik bersumber pada perbedaan, seperti: pendidikan, pengalaman, kepentingan, kebiasaan, dan nilai.” Semua itu mempengaruhi kepribadian seseorang. Karena itu Trump dan Johnson, mengatakan ”banyak konflik antar pribadi justru terjadi karena ciri kepribadian antar setiap orang memang berbeda. Tetapi jika orang-orang menghayati adanya perbedaan tersebut dan menyadari akan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, perbedaan itu justru dapat digunakan sebagai suatu sumber kekuatan yang bisa mendukung terjadinya kemajuan dan pembaruan-pembaruan.” Pruitt dan Rubin, mengatakan ”konflik terjadi ketika tidak terlihat adanya alternatif yang dapat memuaskan aspirasi kedua belah pihak. Ketika konflik semacam itu terjadi, maka ia akan semakin mendalam bila aspirasi sendiri atau aspirasi pihak lain bersifat kaku dan menetap.”
       Menurut T Hani Handoko Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah-masalah:
3.1 Komunikasi : salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit
dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
3.2 Struktur : pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan-kepentingan atau
sistem penilaian yang bertentangan dengan kepentingan-kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya - sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3.3 Pribadi : ketidak sesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku
yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi. Karakteristik-karakteristik kepribadian tertentu, seperti otoriter atau dogmatis juga dapat menimbulkan konflik.
     Jadi sumber konflik adalah ciri kepribadian manusia yang berbeda. Sebab manusia yang diciptakan Tuhan berbeda, memberikan reaksi yang berbeda pada komunikasi, struktur, pribadi dan karakteristi-karakteristik kepribadian tertentu. Tetapi jika orang-orang menghayati adanya perbedaan tersebut dan menyadari akan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, maka perbedaan itu merupakan rahmat yang dapat digunakan sebagai sumber kekuatan untuk mendukung kemajuan dan pembaruan. Tetapi perbedaan menjadi suber konflik ketika tidak terlihat adanya alternatif yang dapat memuaskan aspirasi kedua belah pihak. Jadi sumber konflik adalah perbedaan.

4 Tahap Konflik

     Menurut Poli, Konflik muncul melalui beberapa tahap. Mulanya ada rasa frustasi, yang diikuti tahap konseptualisasi. Pada tahap konseptualisasi, yang berlangsung di dalam pikiran, orang berpikir dan menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan seperti berikut:

4.1 apa penyebab rasa frustasi ini;
4.2 siapa penyebabnya;
4.3 bagaimana perkembangannya;
4.4 apa yang dapat saya buat, dan apa akibatnya;
4.5 apakah perlu saya menggalang kekuatan untuk melawan penyebab dan pihak yang
menyebabkan frustrasi ini;

      Jika tahap konseptualisasi sudah matang, sesuatu pemicu eksternal yang kecil dapat menyebabkan ledakan konflik dengan segala akibatnya. Jika konflik sudah meledak, ada kemungkinan orang segera mencari pemicunya dan bukan mencari dan menemukan akarnya yang dalam dan tersembunyi.

      Pruit dan Rubin, menggambarkan tiga tahapan proses perjalanan konflik. Tahap pertama, usaha-usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi pihak lain dengan menggunakan taktik contentious menyebabkan terjadinya eskalasi konflik, di mana masing-masing pihak meningkatkan intentitas taktiknya guna mengalahkan pihak lain. Bila tidak ada yang keluar sebagai pemenang, maka kemungkinan akan terjadi tahap kedua, yaitu kemandekan. Keadaan ini pada akhirnya akan membawa ke tahap final penyelesaian konflik, yang ditandai oleh problem solving, yang seringkali disertai adanya bantuan pihak ketiga.
      Pruit dan Rubin sama dengan Poli melihat konflik muncul melalui proses. Kalau Pruit dan Rubin melihat proses konflik mulai dari usaha mempengaruhi pihak lain. Sedangkan Poli melihat proses konflik mulai dari bertanya apa penyebab konflik. Tahap konflik, lebih cocok dengan cara Poli melihat konflik prosesnya mulai dari bertanya apa penyebab konflik.

5 Strategi (pendekatan) Menyelesaikan Konflik


5.1 Strategi konflik menurut Pruitt dan Rubin
a.       Strategi Contending (bertanding) yaitu mencoba menerapkan solusi yang lebih disukai oleh salah satu pihak atas pihak yang lain.
b.      Strategi Yielding (mengalah) – yaitu menurunkan aspirasi sendiri dan bersedia menerima kurang dari yang sebetulnya diinginkan.
c.       Strategi Inaction (diam) – tidak melakukan apapun.
d.      Strategi Withdrawing (menarik diri) – yaitu memilih meninggalkan situasi konflik, baik secara fisik maupun psikologis.
e.       Problem Solving (pemecahan masalah) – yaitu mencari alternatif yang memuaskan aspirasi kedua belah pihak.

5.2 Strategi konflik menurut Maill, Ramsbotham dan Woodhouse
     Suatu kebiasaan khas dalam konflik adalah memberikan prioritas yang tinggi guna mempertahankan kepentingannya sendiri. Para pemimpin diharapkan mempertahankan kepentingan umum dan mengalahkan kepentingan pihak lain jika mereka terpaksa masuk ke dalam konflik. Tetapi ini bukanlah satu-satunya respon yang mungkin terjadi. Pendekatan (strategi) terhadap konflik dibedakan oleh apakah perhatian bagi diri sendiri atau perhatian bagi orang lain adalah tinggi atau rendah:
a.       Pertikaian - mempunyi kepedulian yang tinggi terhadap kepentingan sendiri dan kepedulian rendah terhadap kepentingan pihak lain.
b.      Mengalah - ini mengimplikasikan perhatian yang lebih terhadap kepentingan pihak lain ketimbang kepentingan diri sendiri.
c.       Menghindari konflik dan mengundurkan diri – ini menunjukkan kepedulian yang rendah bagi diri sendiri dan bagi pihak lain.
d.      Menyeimbangkan perhatian pada diri sendiri dengan pihak lain - mencari kompromi dan mencoba mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak.
e.       Penyelesaian masalah yang kreatif - Memungkinkan penghargaan yang tinggi bagi kepentingan diri sendiri dan kepentingan pihak lain. Ini mengimplikasikan penegasan yang kuat terhadap kepentingan sendiri, tetapi juga menyadari aspirasi kebutuhan pihak lain, berusaha untuk mencari hasil penyelesaian masalah yang kreatif.
      Dalam strategi Pruitt dan Rubin, poin 3 yaitu : “Strategi inaction (diam) – tidak melakukan apapun” dan poin 4 yaitu: “Strategi With drawing (menarik diri) –memilih meninggalkan situasi konflik, baik secara fisik maupun psikologis”. Poin 3 dan 4 tersebut, dapat menjadi satu dalam poin 3 dari strategi Maill, Ramsbotham dan Woodhouse, yaitu : “Menghindari konflik dan mengundurkan diri”.
      Dalam strategi Maill, Ramsbotham dan Woodhouse, poin 4, yaitu : “Menyeimbangkan perhatian pada diri sendiri dengan pihak lain”, dan point 5, yaitu : “Penyelesaian masalah yang kreatif”, dapat menjadi satu dalam poin 5 dari strategi Pruitt dan Rubin, yaitu : “Problem Solving (pemecahan masalah) – yaitu mencari alternatif yang memuaskan aspirasi kedua belah pihak.”
      Dalam menyelesaikan konflik, seharusnya kepentingan keduabelah pihak diperhatikan. Tidak boleh dalam menyelesaikan konflik, hanya memperhatikan kepentingan salah satu pihak, sementara  kepentingan pihak yang lain diabaikan. Pola penangan konflik sebaiknya berusaha untuk mencari hasil penyelesaian masalah yang memuaskan aspirasi kedua belah pihak. Karena itu dalam menyelesaikan konflik , perlu memberikan penghargaan yang tinggi bagi kepentingan kedua belah pihak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar