Kamis, 30 September 2010

PEMECAHAN KONFLIK


Dari tulisan: Maill, Ramsbotham dan Woodhouse. 
Disadur oleh: J.K.Iroth.

1 Hasil Kalah-Menang, Kalah-Kalah, Menang-Menang 

      Ketika pendekatan konflik bagi kedua pihak dipertimbangkan secara bersama-sama, yang terjadi pihak-pihak yang bertikai biasanya cenderung melihat kepentingan mereka sebagai kepentingan yang bertentangan. Hasil yang mungkin diperoleh adalah hasil kalah-menang (satu pihak menang, pihak lain kalah) atau kompromi (mereka membagi perbedaan-perbedaan yang ada). Jika tidak ada yang mampu memaksakan sebuah hasil atau bersedia untuk kompromi, pihak yang bertikai dapat memaksakan biaya yang sangat besar pada masing-masing pihak, di mana pada akhirnya semua pihak berakhir dalam keadaan lebih buruk, dibandingkan dengan jika mereka menggunakan strategi lain. Tetapi ada banyak hasil yang sama dalam konflik dengan kekerasan: keduanya sama-sama kalah. Dalam analisa peneyelesaian konflik ditemukan bahwa hal ini menjadi jelas bagi pihak-pihak yang bertikai (seringkali disesali dikemudian hari), ada motif kuat yang didasarkan pada kepentingan sendiri untuk mencapai hal lain, umpamanya berkompromi atau mencari penyelesaian dengan hasil menang-menang. 
      Secara tradisional, tugas penyelesaian konflik adalah mambantu pihak-pihak yang merasakan situasi yang mereka alami sebagai sebuah situasi Zero-zum (keuntungan diri sendiri adalah kerugian pihak lain) agar melihat  konflik sebagai keadaan non-Zero-zum (di mana kedua belah pihak dapat memperoleh hasil atau keduanya dapat sama-sama tidak memperoleh hasil) dan kemudian membantu pihak-pihak yang bertikai berpindah ke arah hasil positif. Pihak-pihak yang bertikai, jika yang diperhatikan kepentingan sendiri, kemungkinan yang terjadi adalah kalah-kalah.

 2 Posisi, Kepentingan dan Kebutuhan

    Jika kedua belah pihak berseberangan, maka salah satu gagasan adalah membedakan antara posisi pihak yang bertikai dan kepentingan serta kebutuhan tersembunyi mereka. Kepentingan seringkali lebih mudah direkonsiliasikan dibandingkan dengan posisi. Persoalan menjadi lebih sulit jika konflik terjadi atas nilai-nilai (yang sering tidak dapat dinegosiasikan) atau hubungan, yang perlu diubah untuk menyelesaikan konflik. Sejumlah analis membatasinya dengan mengidentifikasi kebutuhan dasar manusia (sebagai contohnya identitas, keamanan, kebertahanan untuk hidup) sebagai akar motif yang lain. Konflik yang sulit didamaikan dilihat sebagai akibat dari pengabaian terhadap kebutuhan semacam ini, dan konflik hanya dapat diselesaikan ketika kebutuhan semacam ini dipenuhi. Sepanjang konflik diterjemahkan ke dalam bahasa kebutuhan, sebuah hasil yang memuaskan kedua belah pihak dapat ditemukan. Posisi, kepentingan dan kebutuhan keduabelah pihak dalam menyelesaikan konflik harus mendapat perhatian.

 3 Intervensi Pihak Ketiga

      Intervensi mengubah dinamika konflik. Ada kemungkinkan pihak ketiga untuk menyaring atau melihat kembali pesan-pesan, sikap dan perilaku mereka yang berkonflik. Intervensi pihak ketiga dapat dibedakan antara:

3.1 “Mediator yang berkuasa” atau “mediator dengan otot” membawa kekuasaan mereka. Melibatkan pejabat, yang dapat menggunakan jasa, media dan teknik yang baik dalam memberi imbalan atau hukuman atau memaksakan hasil tertentu.

3.2 Mediator yang tidak mempunyai kekuasaan, perannya ditentukan hanya untuk komunikasi dan fasilitasi. Melibatkan mediator bukan pejabat yang tidak mempunyai kemampuan untuk memberikan penghargaan atau hukuman. Mereka bekerja dengan pihak-pihak atau dengan konstituen mereka. Mereka memfasilitasi kesepakatan, mendorong pihak-pihak yang terlibat untuk melihat keadaan yang sulit sebagai sesuatu yang berada di garis kala-kalah atau menang-menang dan untuk menemukan hasil yang saling menguntungkan.
     Hasil penyelesaian konflik dipengaruhi oleh Intervensi pihak ketiga, yaitu mediator yang berkuasa (pejabat) atau mediator yang tidak berkuasa (bukan pejabat).


4 Konflik Simetris dan Tidak Simetris

      Konflik Simetris adalah konflik kepentingan antara pihak-pihak yang relatif sama. Konflik tidak Simetris adalah konflik antara pihak-pihak yang tidak sama. Seperti konflik antara minoritas dan mayoritas, sebuah pemerintah yang sudah mapan dengan sekelompok pemberontak, seorang majikan dengan karyawan, pihak penerbit dengan pengarang. Di sini, akar konflik bukan terletak pada masalah atau kepentingan tertentu yang dapat memisahkan pihak-pihak yang terlibat, tetapi terletak dalam struktur dan hubungan antar mereka. Satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik jenis ini adalah dengan mengubah strukturnya, tetapi hal ini tidak menjadi keinginan pihak yang lebih kuat. Sehingga di sini tidak ada hasil menang-menang, dan pihak ketiga harus menggabungkan kekuatan dengan pihak yang lemah untuk menghasilkan pemecahan. Peran pihak ketiga adalah membantu, jika perlu berkonfrontasi dengan pihak yang kuat. Ini bermakna mentransformasikan hubungan yang tidak damai, hubungan yang tidak seimbang ke dalam hubungan yang penuh damai dan dinamis. Gambar 5 menggambarkan jalannya dari hubungan yang tidak damai menuju hubungan yang damai dapat melibatkan peningkatan sementara dalam konflik ketika orang-orang menyadari kekuasaan yang tidak seimbang mempengaruhi mereka (tingkatan 1, pendidikan atau kehati-hatian), mengorganisasi diri mereka sendiri dan mengartikulasikan keluhan mereka (tingkat 2, konfrontasi), mensejajarkan diri dengan mereka yang mempunyai kekuasaan yang lebih besar (tingkatan 3, negosiasi dan akhirnya bergabung dalam restrukturasi hubungan yang lebih adil dan lebih pantas (tingkatan 4, resolusi). Ada banyak cara di mana hal ini dapat didekati tanpa menggunakan paksaan, misalnya:
4.1 Taktik ala Gandhi “mengatakan yang benar pada kekuasaan”, mempengaruhi dan membujuk para pemegang kekuasaan.
4.2 Taktik memobilisasi gerakan masa, meningkatkan solidaritas, melakukan demonstrasi penyelesaian, menuntut perubahan.
4.3 Taktik memperkuat dan memberdayakan pihak yang lemah. Pihak yang lemah dapat
menarik diri dari hubungan yang tidak seimbang dan mulai membangun hubungan yang baru, yakni pendekatan institusi paralel. Cara damai menggunakan kekuasaan yang lunak untuk bergerak ke arah hubungan yang lebih seimbang. Taktik mana yang akan digunakan, tentunya dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dari pihak yang bertikai.

5 Konflik Segitiga

      Galtung (akhir tahun 60-an) mengatakan konflik dapat dilihat sebagai sebuah  segitiga, dengan kontradiksi (C), sikap (A) dan perilaku (B). Kontradiksi adalah situasi konflik, termasuk “ketidakcocokan tujuan” yang ada atau yang dirasakan oleh pihak-pihak yang bertikai, yang disebabkan oleh “ketidakcocokan antara nilai sosial dan struktur sosial. Dalam sebuah konflik yang tidak simetris, kontradiksi ditentukan oleh pihak-pihak yang bertikai, hubungan mereka dan benturan kepentingan inheren antara mereka dalam berhubungan. Sikap yang dimaksud termasuk persepsi pihak yang bertikai dan kesalahan persepsi antara mereka dan dalam diri mereka sendiri. Sikap ini seringkali dipengaruhi oleh emosi seperti ketakutan, kemarahan, kepahitan dan kebencian. Sikap tersebut termasuk elemen emotif (perasaan), kognitif (keyakinan) dan konatif (kehendak). Perilaku adalah komponen ketiga. Perilaku konflik dapat termasuk kerjasama atau pemaksaan, gerak tangan atau tubuh yang menunjukkan persahabatan atau permusuhan. Sebuah strutur konflik tanpa sikap atau perilaku yang bersifat konflik merupakan sebuah konflik laten (atau konflik struktural). Konflik sebagai proses dinamis di mana struktur, sikap dan perilaku secara konstan berubah dan mempengaruhi satu sama lainnya. Ketika konflik muncul, konflik menjadi formasi konflik atau ketika hubungan di mana mereka menjadi penindas. Pihak-pihak yang bertikai mengorganisasikan diri di sekitar struktur untuk mengejar kepentingan mereka. Mereka mengembangkan sikap yang membahayakan dan perilaku yang bersifat konflik. Dengan begitu formasi konflik mulai tumbuh dan berkembang. Sebagaimana yang biasa terjadi, konflik dapat melebar, menarik pihak-pihak lain, semakin mendalam dan menyebar, menimbulkan konflik sekunder pada pihak-pihak utama atau di antara pihak-pihak yang berada di luar yang sekarang terseret masuk. Hal ini seringkali merumitkan tugas menyelesaikan konflik asal atau konflik inti. Pada akhirnya penyelesaian konflik harus melibatkan seperangkat perubahan dinamis yang melibatkan penurunan prilaku konflik, perubahan sikap dan metransformasikan hubungan atau kepentingan yang berbenturan yang berada dalam inti struktural konflik. Konflik dapat melebar, menarik pihak-pihak lain, semakin mendalam dan menyebar. Untuk menyelesaikan konflik dibutuhkan penurunan prilaku konflik, perubahan sikap dan mentransformasikan hubungan dan kepentingan.

6 Dinamika Konflik

     Model ini melihat formasi konflik muncul dari perubahan sosial, kemudian membawanya menuju pada proses transformasi konflik kekerasan atau konflik tanpa kekerasan, dan melahirkan perubahan sosial lebih jauh di mana individu atau kelompok yang ditekan atau disingkirkan dapat muncul untuk mengartikulasi kepentingan mereka dan menentang norma-norma dan strukutur kekuasaan yang ada. Model skematik daur hidup konflik melihat sebuah kemajuan perubahan sosial yang berjalan dengan damai menuju ke formasi konflik dan ke konflik kekerasan, dan kemudian menuju pada transformasi konflik dan kembali lagi pada perubahan sosial secara damai. Model lain yang juga dapat di gunakan:
6.1 Urutan kejadian dapat mulai dari formasi konflik atau transformasi konflik dan kembali pada perubahan sosial, menghindari kekerasan.
6.2 Urutan dapat juga bergerak dari formasi konflik menuju ke konflik dengan kekerasan kembali pada penciptaan konflik yang baru.
      Penyelesaian model skematik daur hidup konflik diselesaikan dengan memunculkan kekerasan tetapi dapat juga dengan tanpa kekerasan.
      Fokus ini terarah ke konflik internal. Konflik asimetris merupakan  sesuatu yang dominan saat ini. Bertarung dengan pusat kekuasan dengan menggunakan kekuatan yang terorganisasi langsung untuk melawan kekuatan musuh guna mematahkan kelangsungan kehendak mereka. Pendekatan ini menyatakan bahwa usaha-usaha untuk menyelesaikan konflik hendaknya dimulai sebelum konflik pecah. Usaha-usaha ini tetap relevan dengan fase pasca penyelesaian, ketika perdamaian harus tertuju pada masalah-masalah berkelanjutan dalam konflik

7 Mentransformasikan Konflik yang Tidak Simetris    
      
      Asimetris yang inheren dalam situasi kekuasaan yang tidak seimbang dan kebutuhan yang tidak terpenuhi berkurang dengan meningkatnya kesadaran, mobilisasi, dan pemberdayaan, yang akhirnya membawa pada konfrontasi terbuka di mana hal ini diperlukan sebelum berpindah pada negosiasi sebuah hubungan baru dan sikap yang diubah. Mobilisasi dan konfrontasi lanjutan dapat mengikuti, atau transformasi kemampuan penyelesaian konflik dapat cukup jauh menjangkau guna mengakomodasi perubahan sosial dan politik di masa depan secara damai dalam sebuah proses pelembagaan yang disepakati. Penyelesaian konflik dengan menggunakan kekuatan untuk bertarung melawan pusat kekuasaan melalui peningkatan kesadaran, mobilisasi, dan pemberdayaan.


8 Aktor dan Pendekatan

      Karena beragamnya sumber konflik dan keadaan yang komplek, maka diperlukan respon pada tingkatan yang berbeda. Perubahan dalam konteks konflik dapat tergantung pada pengaturan dari luar dan dari dalam, mungkin memerlukan perubahan sturktur. Konflik antar pihak-pihak yang bertikai akan tetap memerlukan pemecahan pada tingkat relasional, dan perubahan budaya pada semua tingkat perlu bagi transformasi wacana dan institusi yang mempertahankan dan menghasilkan kembali kekerasan. Tekanan yang lebih besar sekarang ditempatkan pada pengintegrasian tingkat yang lebih berbeda di mana pembentukan perdamaian dan penyelesaian konflik di tempat yang terjadi konflik, dengan penekakan khususnya pada pentingnya proses “dari bawah ke atas”. Penyelesaian masalah dengan memperhatikan tingkat relasi dan perubahan budaya. Penekanannya proses dari bawah ke atas. Konflik diselesaikan di tempat terjadinya konflik.


9 Gradien  Keterlibatan Konflik

      Penciptaan perdamaian, penekanannya bukan pada pihak luar untuk mengatasi konflik dalam satu usaha mediasi, tetapi pada keperluan untuk membangun konstituensi dan kemampuan dari dalam dan belajar dari budaya domestik bagaimana menangani konflik secara berkelanjutan. Model ini mengimplikasikan dukungan terhadap konstituensi perdamaian domestik, mengembangkan institusi domestik dan memperoleh dari mereka yang bertikai pendekatan yang dapat diterima secara sosial dan kultur. Spektum agen yang berkisar dari pihak-pihak yang tidak terlibat, melalui pihak-pihak marjinal yang peduli sampai dengan pihak-pihak yang peduli secara aktif berpengaruh. Semakin jauh sebuah pihak ditempatkan dari pusat konflik, semakin rendahlah kepentingan dan komitmen (lihat gambar 10). Pihak-pihak yang dilekatkan, untuk mengatakan bahwa, individual atau kelompok dapat muncul dari dalam situasi (dari pihak-pihak inti) dan ingin memainkan peranan sebagai pihak yang peduli dalam memfasilitasi atau melakukan usaha menuju tercapainya penyelesaian konflik. Di masa depan bidang resolusi konflik dapat menjadi suatu usaha kerja sama lintas budaya sebagaimana diharapkan oleh para pendirinya. Pendekatan yang digunakan berasal dari dalam dan belajar dari budaya sendiri, agar pedekatan dapat diterima secara sosial dan kultur.

10 Penyelesaian Konflik Multi Jalur

      Implikasi perluasan ruang lingkup dan aplikasi pendekatan penyelesaian konflik melihat perlunya rentang pelengkap intervensi pihak ketiga. Jalur-jalur ini sebaiknya terdiri dari banyak jalur dan bukannya hanya jalur I dan jalur II, yang tertuju pada elit dan kelompok masyarakat lapisan bawah, beroperasi pada tingkat struktural-konstitusional disamping juga pada tingkat relasional-komunitas, dengan kerja sama antara badan-badan internasional dan internal yang terlibat dan sebuah komitmen berkelanjutan untuk konflik yang sejauh ini dipertanyakan. Meningkatnya penekanan pada pentingnya sumber-sumber asli dan aktor-aktor lokal menunjukkan perlunya penambahan terhadap apa yang dapat diartikan sebagai penciptaan perdamaian jalur III.
                          Jalur I: Negosiasi, menjaga perdamaian, arbitrasi, dukungan perdamaian,
mediasi dengan otot (kekuatan). Dominasi kekuasaa yang dipertukarkan dan kekuasaan untuk mengancam.
.                      . Jalur II: Jasa yang baik, konsiliasi, mediasi murni, penyelesaian masalah.
Dominasi kekuasaan integratif dan kekuasaan yang dipertukarkan.
.                      . Jalur III: Konstituensi damai di dalamkonflik, membangun kohesi sosial,
landasan yang sama. Dominasi kekuasaan integratif dan kekuasaan yang dipertukarkan.

      Konflik dapat berbeda dalam hal kompleksitas dan kepentingannya, strategi untuk menanganinya, dan solusi yang akan dihasilkannya. Konflik pada tingkat antarapribadi, antarkelompok, antarkomunitas, maupun internasional, jelas tidak sama.
     Alternatif untuk memcahkan konflik yang satu dengan konflik yang lain, dapat berbeda. Sebab alternatif yang digunakan untuk memecahkan konflik A belum tentu dapat digunakan untuk memcahkan konflik B. Alternatif mana yang akan digunakan untuk memecahkan konflik, ditentukan oleh konflik mana yang akan dipecahkan. Itu berarti jika akan memecahkan konflik, perlu jeli melihat konflik yang akan dipecahkan dan alternatif yang akan digunakan. Untuk memecahkan konflik diperlukan teori, tetapi teori yang satu tidak dapat digunakan pada semua konflik. Bahkan teori yang sudah ada pun, belum tentu dapat digunakan untuk memecahkan konflik yang akan dipecahkan. Untuk memecahkan konflik tersebut, mungkin perlu dicarikan model pemecahan konflik yang lain atau membutuhkan teori yang baru. Dapat terjadi, berbeda konfliknya, berbeda juga alternatif yang akan digunakan untuk memecahkannya. Konflik yang muncul di setiap tempat tidak sama. Itu berarti cara menyelesaikan konflik di tempat A dapat berbeda dengan cara mneyelesaikan konflik di tempat B.

1 komentar: